Lahir di Balimbing, Sumatera Barat, pada 16 Juli 1983, Dr. Naswardi, MM, ME, adalah Ketua Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) periode 2024-2028. Terpilih untuk periode kedua sebagai anggota LSF dari unsur masyarakat, dengan keahlian pada bidang perlindungan anak, Uda Nas, demikian panggilan akrabnya, memiliki visi dan gagasan pada upaya pemajuan film anak, serta menghadirkan tontonan yang ramah anak. Lulus dan menyelesaikan pendidikan doktor pada Program Studi Ilmu Manajemen di Universitas Negeri Jakarta dalam usia 34 tahun, selama sepuluh tahun ia bekerja sebagai analis dan tenaga ahli di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Terlibat aktif dalam perumusan kebijakan, pengawasan, advokasi, penanganan pengaduan dan mediasi sengketa pelanggaran hak anak, ia memiliki sertifikat kompetensi sebagai mediator ahli dalam bidang perlindungan anak. Aktif menulis dan meneliti isu film dan tontonan ramah anak yang dipublikasikan melalui jurnal dan opini, antara lain, Pelatihan penggunaan aplikasi e-learning untuk meningkatkan Technological Knowledge di SMA Negeri 02 Tambun Utara (Jurnal Surya Abdimas: 2022), The fulfillment of standards on child cares (Taman Penitipan Anak dan Taman Anak Sejahtera) for the quality improvement of alternative care with the child protection perspective (Journal Of Social Studies: 2021), dan Sistem Klasifikasi Usia Film di Korea Selatan (Majalah Sensor: 2022).
Lahir di Subang, Jawa Barat, pada 28 Februari 1954, Noorca Marendra Massardi adalah anak kelima dari 12 bersaudara. Pewarta, penyair, penulis lakon, novel, cerpen, penyunting, dan mantan pembawa acara televisi ini karya-karyanya mulai dimuat di media massa sejak berusia 16 tahun. Lakon-lakon sandiwaranya yang memenangi Sayembara Penulisan Lakon Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) adalah Perjalanan Kehilangan (1974), dan Terbit Bulan Tenggelam Bulan (1976); Sayembara Penulisan Lakon Anak-anak Dirkes Depdikbud: Tinton (1976), dan Mencari Taman (1978); serta Sayembara Penulisan Lakon Pemda Jawa Barat Kuda-Kuda (1975). Lakon lainnya adalah Bhagawad Gita (1972), Kertanegara (1973), dan Growong (1982). Ia juga menulis skenario film Sekuntum Duri (1978), Biografi 17 Mantan Direktur Bank Indonesia (Begawanship - 2008), dan LUHUT : Biografi Luhut Binsar Pandjaitan (2022). Karya-karya novelnya: Sekuntum Duri (1978), Mereka Berdua (1981), September (2006), d.I.a. Cinta dan Presiden (2008), Straw (2015), 180 (bersama M Cevy Abdullah - 2016), Setelah 17 Tahun (2016), dan SIMVLACRVM (bersama Cassandra Massardi - 2023). Kumpulan puisinya: Mata Pelajaran - Syair Kebangkitan (bersama Yudhistira ANM Massardi - 1994), Hai Aku Sent To You (2017), Hai Aku (2017), Ketika 66 (2020), Pantai Pesisir (2021), 69 Cinta untuk Rayni (2023), Dari Paris untuk Cinta (2024), dan Bali Lelungan (2024). Lulusan Ecole Superieure de Journalisme (ESJ), Paris, Perancis (1981) ini pernah menjadi koresponden Majalah Berita Tempo di Paris, Perancis (1978-1981), pewarta Harian Kompas (1982-1985), Pemred Majalah Berita Jakarta-Jakarta (1985-1989), Redaktur Eksekutif Majalah Vista FMTV (1990-1992), Redaktur Eksekutif/Pemred Forum Keadilan (1992-2003), Pemred Majalah telset (2002-2003), Pemred Majalah Hongshui Living Harmony (2004-2006), Pemred Majalah Ormas Nasdem AND (2010-2011), Wakil Pemimpin Umum Tabloid Mingguan Prioritas (2011-2012), dan Pemred Majalah I Life & Style (2014). Mantan Ketua Komite Teater dan Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1990-1993), ini adalah pembawa acara Cinema-Cinema di RCTI (1990-1993), pengurus organisasi KFT (1993), dan Pengurus GPBSI (2010-2020). Pada 8 Mei 2020, ia dilantik sebagai Anggota LSF mewakili unsur masyarakat sekaligus Ketua Subkomisi Dialog (2020-2024). Pada 27 Agustus 2024 memeroleh Penghargaan 50 Tahun Berkarya dalam Bidang Kesastraan dari Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kemendikbudristek. Dan, suami dari penulis Rayni N. Massardi serta ayah dari dua putri (Cassandra Massardi dan Nakita Massardi), ini pada 28 Agustus 2024 diangkat kembali menjadi Anggota sekaligus Wakil Ketua LSF RI periode 2024-2028.
Tri Widyastuti Setyaningsih, M.Sn, yang dilahirkan di Jogjakarta, ini lebih dikenal sebagai Wiwid Setya. Memiliki latar belakang pendidikan di bidang Manajemen Produksi Film dan TV, Fakultas Film dan Televisi-Institut Kesenian Jakarta (FFTV-IKJ), pada 2018 ia mendapatkan gelar magister di bidang Seni Urban dan Industri Budaya, di Sekolah Pascasarjana IKJ. Berpengalaman lebih dari 20 tahun di industri perfilman sebagai line producer, associate producer, dan producer, ia telah menangani puluhan film layar lebar. Antara lain, film Kartini (Princess van Java); Habibie & Ainun; Laut Bercermin (The Mirror Never Lies); Firegate; Aach.. Aku Jatuh Cinta (Chaotic Love Poem); Kapan Kawin?; Critical Eleven; Menebus Impian; The Tarix Jabrix 2; dan Denias. Wiwid juga berpengalaman mengelola festival film di Indonesia, seperti Jakarta International Film Festival (JiFFest) kedua dan ketiga, serta British Film Festival kedua hingga keempat, yang diselenggarakan The British Council Indonesia. Sejak 2015, ia mendedikasikan dirinya sebagai dosen Produksi Film di FFTV-IKJ, dan menjadi dosen tamu di beberapa sekolah film lainnya. Pada Mei 2020 ia terpilih dan dilantik oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi Anggota Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) periode 2020-2024 mewakili unsur masyarakat. Dan, ia terpilih kembali sebagai anggota LSF periode 2024-2028, sekaligus Ketua Komisi I Bidang Penyensoran LSF RI.
Lahir di Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada 12 Januari 1971, Dr Ervan Ismail, M.Si adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Lelaki dengan dua anak ini hobi bermain band, membaca, olahraga, nonton, serta traveling. “Kerjakanlah segala sesuatu sebaik mungkin, ” adalah motto hidup pria lulusan S2 Universitas Indonesia jurusan Manajemen Komunikasi ini. Pernah menjadi Reporter Harian Umum Republika, Head of Marketing/ Promotion/Public Relations Radio Trijaya Group (Jakarta-Surabaya-Medan-Semarang-Jogja-Bandung), Managing Director Advertising Agency Vima Communications, Jakarta, Konsultan dan Peneliti Komunikasi, serta Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia DKI Jakarta dua periode (2011-2014 dan 2014-2017). Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Mercu Buana, Jakarta, ini juga pernah aktif di sejumlah organisasi. Antara lain, Ketua Bidang Eksternal Senat Mahasiswa FISIP UJ (1991-1992), Wakil Ketua Umum UKM Seni dan Vokal UJ (1991-1992), Ketua Umum Badan Perwakilan Mahasiswa FISIP (1992-1993), Pengurus HMI Cabang Jakarta, Pengurus HIPMI Cabang Bekasi, Wakil Ketua KPID DKI Jakarta, dan Ketua Korda Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia-Forkapi Jakarta Raya. Pada periode 2020-2024 ia terpilih sebagai Anggota dan Wakil Ketua LSF RI mewakili unsur masyarakat, dan ia terpilih kembali sebagai Anggota LSF periode 2024-2028 sekaligus Ketua Komisi II Bidang Pemantauan, Hukum, dan Advokasi LSF RI.
Kuat Prihatin, yang dilahirkan di Purworejo pada 4 Mei 1969, ini mengawali karir sebagai pegawai negeri sipil (PNS) golongan II/A pada 1989 selepas lulus dari SMAN 1 Purworejo, Jawa Tengah. Sambil bekerja, Kuat melanjutkan kuliah dan mengambil kelas sore di STIA YAPPAN, Jakarta, dan lulus pada 1996. Ia melanjutkan studinya ke pascasarjana di STIE Ipwija, Jakarta, hingga memperoleh gelar Magister Manajemen. Selama berkarier sebagai PNS, ia telah mengemban pelbagai jabatan. Antara lain, Kasubag Rencana dan Program, Kasubag Pemantauan dan Evaluasi, Kepala Bagian Umum, Kepala Bagian Keuangan dan Kasubdit Program Evaluasi dan Dokumentasi pada Direktorat Kesenian. Pada 2019 ia beralih ke jabatan fungsional sebagai Perencana Ahli Madya di Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek. Menjadi anggota Lembaga Sensor Film (LSF) RI dari unsur pemerintah pada periode 2020-2024, ia terpilih kembali sebagai Anggota LSF RI periode 2024-2028, dan dilantik pada 28 Agustus 2024. Pada periode pertama, sebagai Ketua Subkomisi Penelitian dan Pengkajian pada Komisi III LSF, ia menghasilkan beberapa penelitian. Antara lain, Penelitian digital/E-survey Persepsi Masyarakat Tentang Budaya Sensor Mandiri dan Tentang LSF (2020), Survei Persepsi Masyarakat terhadap Perfilman dan Penyensoran, serta Budaya Sensor Mandiri yang dilakukan terhadap penonton bioskop di Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar (2024). Pada periode 2024-2028, ini ia diamanahi tugas sebagai Ketua Komisi III yang membidangi Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri, Penelitian dan Pengembangan, Publikasi, dan Desa Sensor Mandiri. Target utama yang ingin dicapainya adalah terintegrasinya sosialisasi Budaya Sensor Mandiri dengan kurikulum pendidikan, dengan memasukkan pesan-pesan budaya sensor mandiri ke dalam mata pelajaran di sekolah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memilah dan memilih tontonan sesuai klasifikasi usia, serta cerdas menggunakan sarana digital pada anak Indonesia.
Lahir di Madiun, Jawa Timur, pada 14 Mei 1954, Hadi Artomo memiliki latar belakang sebagai sineas dan akademisi. Pernah menjadi Dekan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta/IKJ (2000-2004), Wakil Rektor IV-IKJ (2004-2008), Ketua Senat Fakultas Film dan Televisi IKJ (2012-2016), dan Wakil Direktur I di Politeknik Bhakti Semesta, Salatiga (2021-2024). Lulus Diploma 3 dari Akademi Sinematografi-Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) pada 1977, ia melanjutkan S1 di Fakultas Film dan Televisi IKJ, sebelum kemudian menyelesaikan jenjang S2 di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Pengabdian di dunia perfilman telah dijalaninya dengan menghasilkan sejumlah karya dan penghargaan. Di antaranya sebagai Pengarah Sinematografi (DOP) film Kejamnya Ibu Tiri Tak Sekejam Ibukota (1980, sutradara Azwar AN), Pengantin Remaja II (1982, sutradara Sandi Suwardi Hasan), dan Penata Suara film Nagabonar (1987, sutradara MT. Risyaf) yang memperoleh Piala Citra FFI 1987. Pada 1993-1996, Hadi mengerjakan film-film dokumenter info pembangunan Indonesia sebagai penulis skenario, sutradara, juru kamera, dan editor. Di antaranya Indonesia Emas (50 tahun Kemerdekaan RI), Menuju Tahun 2020 ( APEC Bogor ), Keramik Indonesia, FOKKOPEN Bela Negara, Kasongan, Biografi Sapto Hudoyo, dan Masa Depan Milik Kita (1986, memperoleh Piala Widya dalam FFI 1991). Ia juga memproduksi film-film dokumenter kebudayaan, sebagai produser penulis, sutradara, juru kamera,dan editor. Di antaranya Kontemplasi dalam Tsunami (2004), Dayak Malinau Culture Inside Indonesian Rain Forest (2011), dan Mosaik Tepian Sungai Kapuas (2011). Ia juga pernah menjadi Ketua Pokja Film Kompetitif Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI (2004/2005/2006), Anggota dan Wakil Ketua Komisi A Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (2003-2006/2006-2009). Menjadi juri di sejumlah ajang, seperti Juri Kategori Film untuk Televisi pada FFI 2011, Juri Kategori Film untuk Televisi pada KPI AWARD 2011, Ketua Dewan Bidang Penjurian FFI 2008-Bandung, Ketua Dewan Bidang Penjurian FFI 2013 - Semarang, serta ikut dalam Delegasi Festival Film Indonesia di Australia, Melbourne (2011). Sejak 28 Agustus 2024, ia dilantik sebagai Anggota LSF RI periode 2024-2028 mewakili unsur masyarakat sekaligus Ketua Subkomisi Penyensoran LSF RI.
Widayat S. Noeswa adalah mantan jurnalis kelahiran Purworejo, Jawa Tengah, 30 Maret 1969. Ia meniti karier selama 28 tahun di industri media, baik cetak maupun elektronik. Sebagian besar karier profesionalnya dihabiskan di industri media televisi Indosiar, dengan posisi terakhir sebagai produser berita. Menempuh pendidikan SD, SMP, hingga SMA di kota kelahirannya, Widayat melanjutkan pendidikan S1 di Jurusan Komunikasi Massa, FISIP, Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo. Di tengah kesibukannya sebagai jurnalis, ayah empat anak ini menyelesaikan studi S2 di Manajemen Komunikasi Universitas Indonesia (UI), dan mengikuti program khusus kelas media di Lemhannas, serta penyuntingan video non-linier di Singapura. Penyuka olahraga badminton ini juga aktif di berbagai organisasi sejak masa kuliah, yaitu menjadi koordinator mahasiswa jurusan ilmu komunikasi, anggota Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) dan sejumlah kelompok kajian lain. Aktivis di sejumlah organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan, ini terpilih sebagai Anggota LSF RI periode 2024-2028 mewakili unsur masyarakat, sekaligus Ketua Sub Komisi Dialog LSF RI.
Bagi Dewi Rahmarini, menonton film merupakan salah satu aktivitas yang menyenangkan. Melalui film kita dapat melihat pelbagai potret kehidupan dalam etalase cerita, yang digambarkan secara visual dan suara. Film sangat menarik, dan dapat memberikan arti, serta makna dan imajinasi yang luas. Karena itu, terpilihnya Dewi menjadi anggota Lembaga Sensor Film (LSF) periode 2024-2028 sebagai wakil pemerintah dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kominfo), merupakan berkah tersendiri. Kendati lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, pada 18 Juli 1980, ia tumbuh besar di Jakarta. Menamatkan Pendidikan S1 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, ia melanjutkan Pendidikan S2 di bidang Communication Management (MICM) The Hague University, Den Haag, Belanda. Dalam kesehariannya, ia memiliki pengalaman dalam penyampaian data dan informasi mengenai program dan kebijakan pemerintah kepada publik atau masyarakat. Saat ini, sebagai Ketua Sub Komisi Data dan Informasi pada Komisi I Bidang Penyensoran, Dialog, Komunikasi dan Data, tugasnya adalah memudahkan masyarakat dalam mendapatkan dan mengakses data dan informasi terkait penyensoran. Tidak hanya yang dibutuhkan masyarakat umum, pelajar, mahasiswa, dan akademisi, tapi juga bagi para pembuat kebijakan.
Satya Pratama Kadranyata, S.T., M.T. adalah Anggota termuda Lembaga Sensor Film (LSF) RI periode 2024-2028, mewakili Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Lahir di Jakarta pada 9 Juni 1986, ia menghabiskan masa kecil hingga remajanya di Jakarta. Semasa duduk di SMAN 8 Jakarta, ia pernah menjuarai beberapa kompetisi matematika, biologi, dan kimia. Berbekal minat pada Matematika, Satya meneruskan pendidikannya di Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2004, dan memfokuskan diri pada bidang Information Retrieval. Berbekal beasiswa yang diraih, ia melanjutkan pendidikan magister di Informatika ITB pada 2009, dengan minat yang tinggi terhadap tata kelola teknologi informasi. Pada 2011, ia sempat berkarier di PT. Aplikanusa Lintasarta (Lintasarta) sebagai IT Engineer dan di Telkom Group sebagai Business Development, sebelum kemudian menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 2014, dengan tugas melakukan promosi pariwisata luar negeri. Berdinas pada Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif (2019-2024), ia bertanggung jawab dalam tim kerja Reformasi Birokrasi, Pengelolaan SDM, Organisasi dan Tata Laksana, serta Pengelolaan Informasi dan Data. Selain sebagai ASN, ia juga menjadi pengajar pemrograman bagi anak usia 5 - 17 Tahun dan Core Mentor bagi event Startup. Pada 28 Agustus 2024 ia dilantik sebagai Anggota Lembaga Sensor Film (LSF), sekaligus Ketua Subkomisi Teknologi Penyensoran.
Lahir di Jakarta, pada 7 Februari 1974, Erlan Basri adalah lulusan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (FFTV-IKJ), yang tengah menyelesaikan studi S3 di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Bali. Sejak kuliah pada era 1990-an, ia sudah aktif terlibat dalam ratusan produksi film, mulai dari dokumenter, iklan, hingga program seri untuk televisi. Selain sebagai Wakil Dekan III Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (2022-2024), di organisasi perfilman, Erlan adalah salah seorang inisiator dan pendiri Asosiasi Dokumenteris Nusantara yang anggotanya tersebar dari Aceh hingga Papua (2019). Sementara di Badan Perfilman Indonesia (BPI) periode 2022-2026, ia menjadi Ketua Bidang Organisasi dan Jaringan BPI. Sebagai juri, ia antara lain terlibat dalam Festival Film Indonesia (FFI) kategori Dokumenter, Piala Gatra Kencana TVRI, FLS2N, Festival Film Budaya Nusantara, Denpasar Documentary Film Festival, dan CILECT. Sejak 2017, ia berperanserta dalam program peningkatan kompetensi SDM bidang perfilman dalam penyusunan SKKNI Bidang Perfilman Bersama BPI dan Pusbangfilm Kemendikbud, dan menjadi Asesor Bidang Perfilman sejak 2019 hingga sekarang. Pada 28 Agustus 2024, ia dilantik sebagai Anggota Lembaga Sensor Film RI periode 2024-2028 mewakili unsur masyarakat, sekaligus Ketua Sub Komisi Pemantauan LSF RI.
Gustav Aulia, pria kelahiran Sumedang, 4 Januari 1983, ini mengawali kariernya sebagai TV continuity announcer di RCTI pada 2003, saat masih kuliah di Universitas Gunadarma, Jakarta. Meski mengambil jurusan Teknik Informatika, namun Gustav memastikan langkahnya untuk mengarungi dunia broadcasting. Ia pernah meliput sejumlah bencana alam, seperti banjir bandang lumpur Aceh, erupsi Merapi, dan gempa bumi Bengkulu. Ia juga ditunjuk sebagai reporter untuk liputan FIFA World Cup 2010 South Africa, dan liputan ibadah haji pada 2012. Pengalaman lainnya adalah melakukan wawancara eksklusif dengan sejumlah tokoh. Antara lain, Joko Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono, Sri Mulyani, Datok Seri Anwar Ibrahim, Hidayat Nur Wahid, Hassan Wirajuda, Maftuh Basyuni, Fauzi Bowo, Sukarwo, Ahmad Heryawan, Ganjar Pranowo, Paolo Maldini, Franco Baresi, Cesc Fabregas, Fabio Cannavaro, dan Andriy Shevchenko. Selepas berkarir di bidang jurnalistik, penggemar sepak bola ini menjadi host di RCTI Sport, Soccer Channel, MNC Sport, serta play by play commentator di beINsport Indonesia, lalu mendirikan sekolah presenter dan jasa konsultan strategi komunikasi, dan sejak 2007 mengajar di LSPR Communication and Business Institute. Karya-karya film yang pernah diproduksinya adalah Ameliorate SDG’s documentary yang meraih penghargaan Best Picture dan Best Cinematography dalam sebuah festival, dan sejumlah dokumenter dari beberapa kementerian dan perusahaan. Selain itu, ia juga memproduksi TV series Happy and Healthy original series. Sejak 28 Agustus 2024, ia dilantik sebagai Anggota Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia periode 2024-2028, mewakili unsur masyarakat, sekaligus Ketua Subkomisi Apresiasi dan Promosi LSF RI.
Lahir di Jember, Jawa Timur, pada 27 September 1965, Dr. H. Imam Safe'i, M.Pd, adalah anak kelima dari enam bersaudara yang tersebar di Lampung Timur, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Imam mengawali karier pekerjaannya sebagai guru honorer madrasah (1987), Kepala Madrasah (1992-1994), hingga dosen IAIN Samarinda (1994-2005). Di Kementerian Agama, ia menjadi Kasubdit Pontren dan PTKI Ditjen Pendis (2008-2016), Direktur Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendis (2016-2018), Plt. Direktur PD Pontrren, Plt. Direktur Diktis Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (2018 - 2020), Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan (2020-2022), Kepala Biro AUPK UIN Sunan Gunung Djati, Bandung (2022 - 2024), dan Kepala Biro AUK UIN Syahid Jakarta (2024).] Pendidikan dasar (1979) hingga SMP (1982) ditempuhnya di Lampung Timur, sebelum melanjutkan ke SMA Maarif Satya Dharma Balung, Jember (1985), kemudian ke Fakultas MIPA Universitas Cenderawasih, Jayapura namun tidak tuntas. Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke Fakultas Tarbiyah IAIN Samarinda (1992), S2 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) IKIP Jogjakarta (1997), hingga S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (2012). Di dunia organisasi, ia pernah menjadi Konsultan Manajemen IDB (2000-2003), pengurus Pusat RMI, GP Anshor, LP Ma'arif, Direktur Lembaga Kajian Pendidikan Keislaman dan Sosial (LeKDiS), dan Pembina Yayasan Pondok Pesantren Mujahidin Samarinda (2005-sekarang). Ia mendirikan dan membina Pondok Pesantren Entrepreneurship Pemuda dan Mahasiswa (Pendawa), Bogor (2008-sekarang). Ia juga mengawal program Moderasi Beragama yang menjadi salah satu program prioritas Kementerian Agama pada era kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai Sekretaris Kelompok Kerja, dan kini menjadi Wakil Sekretaris Pokja. Pada 28 Agustus 2024, ia diangkat mewakili Kementerian Agama, sebagai Anggota LSF periode 2024 - 2028 sekaligus Ketua Sub Komisi Hubungan Antar Lembaga LSF RI.
Saptari Novia Stri, S.H., kelahiran Jakarta, 7 November 1968, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara. Putri ketiga pasangan asal Banyumas, Jawa Tengah, ini biasa dipanggil Titta. Setelah menyelesaikan pendidikan di TK, SD, SMP, SMA Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Jakarta yang sekarang bernama Labschool Rawamangun, Jakarta Timur, gelar S1 Fakultas Hukum diraihnya di Universitas Islam Jakarta. Kariernya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) atau sekarang aparatur sipil negara (ASN) dimulai dari staf Subbagian Peraturan Perundang-undangan pada Bagian Tatalaksana Sekretariat Ditjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Empat kali menduduki jabatan struktural eselon IV (Kepala Subbagian dan Kepala Seksi), empat kali pula menduduki jabatan eselon III (Kepala Bagian dan Kepala Subdirektorat). Dan, sebelum ditugaskan menjadi anggota LSF, jabatan terakhir Titta adalah fungsional pamong budaya ahli madya. Perjalanan tugas Titta di bidang hukum adalah menelaah, menyiapkan, dan menyusun bahan rancangan undang-undang, peraturan menteri, MoU, NSPK, SKKNI Bidang Penulisan Sejarah, dan peraturan lainnya. Bahkan, pernah terlibat dalam pembentukan struktur organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal Kebudayaan dan Sekretariat Lembaga Sensor Film (LSF), serta pembentukan asesor penulis sejarah. Sebagai Kepala Bagian Hukum dan Kepegawaian, ia pernah melaksanakan pembinaan dan pengaduan pegawai yang mangkir atau tidak pernah hadir ke kantor. Pada 8 Mei 2020, ia dilantik sebagai Anggota LSF periode 2020-2024, sekaligus menjadi Ketua Subkomisi Hukum dan Advokasi pada Komisi II LSF bidang Pemantauan, Hukum, dan Advokasi. Pada 28 Agustus 2024, ia dilantik kembali sebagai anggota LSF periode 2024-2028. Di periode kedua ini, dia menjadi sebagai Ketua Subkomisi Hukum dan Advokasi pada Komisi II LSF bidang Pemantauan, Apresiasi dan Promosi, Kerjasama Antarlembaga, Hukum dan Advokasi.
Titin Setiawati, yang berasal dari keluarga dengan latar belakang di bidang pendidikan, dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah, pada 27 Desember 1979. Memiliki minat luas di bidang komunikasi dan media, Titin menempuh pendidikan dasarnya hingga SMA di Temanggung. Ia menyelesaikan kuliahnya di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, sebelum kemudian memulai kiprahnya di media penyiaran. Setelah menyelesaikan pendidikan magister, ia memilih menjadi dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta, dan aktif melakukan pelbagai penelitian di bidang komunikasi dan media. Ia kemudian terpilih sebagai Anggota LSF RI periode 2024-2028, mewakili unsur masyarakat sekaligus Ketua Subkomisi Sosialisasi LSF RI.
Dr. Zaqia Ramallah, S.Pd., M.Sn., perempuan berdarah Minang ini menjalani kariernya sebagai pendidik dengan penuh dedikasi. Zaqia Ramallah memulai kiprahnya sebagai guru seni rupa di SDIT Nurul Ilmi (2001-2012), dan guru seni dan budaya di SMK Negeri 19 Jakarta (2008-2009). Pada 2009-2012, Zaqia terjun ke dunia sinematografi dan produksi televisi di sejumlah sekolah melalui XKUL TV, sebuah inisiatif yang digagas PT. Tama Visual Mandiri. Tahun 2012 menjadi titik penting dalam kariernya ketika ia dipercaya sebagai Program Director di Tombol Merah hingga akhir 2013. Di luar itu, ia memperkaya pengalamannya dengan menjadi Project Officer di Sahabat Ombudsman (2013-2014) dan videografer di Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia hingga 2016. Selain itu, ia juga pernah bekerja di PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia) selama satu tahun enam bulan. Kiprahnya di perguruan tinggi diawalinya sebagai dosen di LP3i Indonesia (2013-2016). Sejak Februari 2015, ia mengajar di Program Studi Film, Fakultas Seni dan Desain, serta di Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ia juga mengajar di Akademi Seni Rupa dan Desain Mode 'ASRIDE-ISWI' (sejak Maret 2018), dan di Universitas Bunda Mulia pada 2020. Pada 2012, ia menjadi salah satu pendiri dan Instruktur di Indonesia Young Film Festival (AYOFest), yang menunjukkan dedikasinya dalam mengembangkan generasi muda di dunia film. Ia menyelesaikan pendidikan tinggi dengan gelar doktor di bidang Komunikasi dari Universitas Padjadjaran (2020), Magister Seni dari Institut Kesenian Jakarta (2013), dan Sarjana Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (2008). Dengan latar belakang itu ia terus berkontribusi dalam pengembangan kurikulum serta pengajaran, dan memperkaya dunia pendidikan serta perfilman, sebelum kemudian terpilih sebagai Anggota LSF RI periode 2024-2028, mewakili unsur masyarakat, sekaligus Ketua Subkomisi Penelitian dan Pengembangan LSF RI.
Memiliki ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) Departemen Penerangan yang ditempatkan di Badan Sensor Film (BSF) pada era 1980-an, Nusantara Husnul Khatim Mulkan menjadi akrab dengan hal-hal seputar perfilman. Karena itu, kelahiran Jakarta pada 6 September 1975 ini ia cukup memahami perbedaan tafsir “sensor” antara era Badan Sensor Film (BSF), dengan tugas dan fungsi Lembaga Sensor Film (LSF) pasca-Reformasi 1998. Perjalanan kariernya diawalinya sebagai jurnalis dan di bidang itu ia telah berkiprah selama seperempat abad pada berbagai media nasional. Antara lain, di Media Indonesia dan Global TV. Hingga selama 13 tahun sebelum terpilih sebagai anggota LSF periode 2024-2028 berada di Antara TV (LKBN Antara). Lulusan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, ini pernah menjadi penulis lepas di Majalah Trust/SINDO Weekly dan tim penyunting beberapa buku. Antara lain, Perang-perangan Melawan Korupsi (Serambi, 2012) karya Bambang Soesatyo. Ia juga berkontribusi sebagai penulis untuk sejumlah buku, seperti tulisan Hoaks, Preferensi Politik, dan Sikap Masyarakat dalam buku Politik Lokal dan Tantangan Global (Airlangga University Press, 2022). Nusantara juga aktif di sejumlah organisasi, antara lain pengurus Bidang Advokasi di Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta Raya (2021-2025). Dan, sejak 28 Agustus 2024, ia dilantik sebagai Anggota LSF RI periode 2024-2028, mewakili unsur masyarakat, sekaligus Ketua Subkomisi Publikasi LSF RI.
Hairus Salim adalah penulis, peneliti, penerjemah, dan penggerak kebudayaan. Ia menyelesaikan studi S-1 di Jurusan Sastra Arab IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga, dan Pascasarjana di Jurusan Antropologi, Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebagai salah seorang pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jogjakarta, ia menjadi sekretaris AJI yang pertama (1998-2002). Ia juga ikut mendirikan Yayasan LKIS Jogjakarta dan menjadi direkturnya (2021-2025). Pada 2003-2012, ia mengelola majalah seni GONG, dan sejak 2012 mendirikan rumah penerbitan Gading, yang menerbitkan buku-buku ilmu sosial-humaniora, sastra, dan budaya. Sebagai konsultan riset, ia pernah bekerja untuk pelbagai lembaga, antara lain CRCS Universitas Gadjah Mada (UGM), UNESCO, Balai Pelestari Pusaka Indonesia (BPPI, Jakarta); Balai Konservasi Borobudur, Pusat Perbukuan (Pusbuk, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan); Kementerian Budaya dan Pariwisata; Kementerian Desa, dan lain-lain. Pada awal 2000-an, ia menjadi pengajar luar biasa di Universitas Sanata Dharma (USD, Jogjakarta). Ia juga menerbitkan beberapa buku kumpulan esai, karya fiksi, dan hasil riset, antara lain Kupu-Kupu di Kamar Ayah [fiksi] (Gading, 2024); Sayap Malaikat Danarto (Hypen+Gading, 2023); Kitab, Buku, Sepakbola: Kenangan Seorang Santri Wangal (Kayumanis, 2023); dan Politik Ruang Publik Sekolah [bersama Najib Kailani dan Nikmal Azkeyah] (CRCS, UGM, 2011).' Anggota Dewan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY) untuk masa bakti 2023-2025 dan 2024-2028, ini terpilih menjadi Anggota Lembaga Sensor Film (LSF) periode 2024 - 2028 mewakili unsur masyarakat sekaligus Ketua Subkomisi Desa Sensor Mandiri dan Komunitas LSF RI.
Film dan iklan film digolongkan untuk penonton semua umur apabila memenuhi kriteria:
Film dan iklan film digolongkan untuk penonton usia 13 (tiga belas) tahun atau lebih apabila memenuhi kriteria:
Film dan iklan film digolongkan untuk penonton usia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih apabila memenuhi kriteria:
Film dan iklan film digolongkan untuk penonton usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih apabila memenuhi kriteria: